Abdullah Said saat ini tidak menutup kemungkinan dikenal sebatas sebagai pendiri Hidayatullah. Mengenai siapa sebenarnya beliau masih cukup jarang barisan muda syabab yang mengenalnya. Uraian berikut mencoba untuk memperkenalkan beliau dari sisi fundamennya.
Abdullah Said muda merupakan sosok yang dinamis dengan segala ‘kegilaan’ idealisme untuk membangun gerakan Islam yang utuh tanpa ada distorsi. Tahapan awal beliau berinisiatif mengunjungi para tokoh Islam dan berbagai pesantren di Jawa. Setelah sekian lama mengembara kian terasa dalam dirinya bawa ada yang kurang tepat dalam mewujudkan Islam yang kaffah.
Abdullah Said muda merupakan sosok yang dinamis dengan segala ‘kegilaan’ idealisme untuk membangun gerakan Islam yang utuh tanpa ada distorsi. Tahapan awal beliau berinisiatif mengunjungi para tokoh Islam dan berbagai pesantren di Jawa. Setelah sekian lama mengembara kian terasa dalam dirinya bawa ada yang kurang tepat dalam mewujudkan Islam yang kaffah.
Orientasi dasar ke-Islaman yang dibangun oleh pesantren pada umumnya mengalami distorsi dari tujuan awal Islam untuk kemaslahatan ummat manusia dan terciptanya keseimbangan kehidupan di alam semesta ini.
Setelah melalui perenungan panjang beliau pun berkesimpulan bahwa keutuhan ini harus ditegakkan. Beliau pun berupaya membangun basis gerakan Islam yang kaffah melalui kampus atau pesantren yang di dalamnya memperagakan suasana Islam layaknya seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Tak lama kemudian Abdullah Said pun mencoba mengajak para sahabatnya untuk mensuasanakan perjuangan dalam sebuah sistem pesantren yang dalam bahasa awal adalah seperti sarang laba-laba. Di dalamnya ada struktur kepemimpinan yang mengandaikan ada seorang Imam yang kepadanya semua jamaah mesti merelakan dirinya untuk berbaiat agar niat awal untuk berjuang tidak ternodai oleh motif pragmatisme.
Manifestasi dari gerakan Islam awal Hidayatullah adalah dengan membangun spirit perubahan dari masjid, maka tidak heran kalau kader Hidayatullah hingga saat ini menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan untuk menyusun program perjuangan.
Doktrin awal yang ditransfformasikan Abdullah Said adalah jihad mengikis rasa angkuh untuk membangun peradaban Islam dalam wadah pesantren.
Dalam perjalanannya Abdullah Said selalu mempertajam visi perjuangan dengan menawarkan resep kehidupan yang aksiomatik bahwa dengan mengenyampingkan interes pribadi dalam mengemban misi Islam demi tegaknya tatanan kehidupan Islami maka sentuhan Allah senantiasa mengantar hamba-Nya untuk tercapainya cita-cita agung yakni perkampungan Islami di Gunung Tembak sebagai embrio awal.
Konsep menolong agama Allah yang dipopulerkan Abdullah Said tidak sebatas ajakan mendirikan salat bahkan menegakkan nilai Islam secara komprehensif dalam segala lini kehidupan. Maka aspek niat sangatlah menentukan nilai kejuangan seorang kader Hidayatullah awal.
Suasana heroik pun tampil dan menjadi sebuah superioritas yang berhasil dibangun di atas sebuah tradisi loyalitas yang total dalam membangun basis baru disetiap daerah selalu berjalan mulus karena doktrin sami’na wa atho’na tanpa ada tawar menawar.
Pendidikan
Upaya transformasi gerakan pun kian diperluas. Untuk kepentingan ini maka dibuatlah wadah pendidikan sebagai media transformasi manhaj sistematika nuzulnya wahyu sebagai ideologi gerakan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika santri yang mengenyam pendidikan di Hidayatullah memiliki perbedaan mendasar tentang makna akan kehidupan atau world view pandangan hidup.
Namun pendidikan yang diterapkan tidak hanya sebatas tranformasi ilmu di kelas akan tetapi mengintegrasikan antara kesadaran ilmu sebagai teori dengan aksi nyata di lapangan.
Antara Pragmatisme dan Idealisme
Problem yang saat ini muncul adalah logika materialisme. Logika ini diamini sebagian anak muda tanpa syarat. Namun sejenak mari kita tengok sejarah peradaban Islam.
Spirit perang Uhud menggambarkan ketahanan idealisme prajurit islam yang tergadai dengan harta rampasan, begitupun dengan imbauan Thalut agar minum air sungai secukupnya, namun imbauan itu tidak diindahkah dengan baik sehingga prajurit yang kehausan pun minum sepuasnya.
Gambaran ini menjadi tamparan yang menohok bagi kader Hidayatullah agar tetap berada di jalan yang benar dengan mempertajam ulang niat awal untuk berjuang di jalan Allah.
Permasalahannya saat ini Hidayatullah bukan lagi sebuah pesantren atau orsos melainkan telah bermetamorfosis menjadi ormas.
Perubahan ini telah melahirkan satu gerakan radikal yang cukup menghentakkan, setidaknya bagi mayoritas warga Hidayatullah.
Keterkejutan ini dapat dilihat dari model pendidikan yang mulai bergeser semula berorientasi pemberdayaan kelas dhuafa kini mulai bergeser dan merapat ke kaum menengah atas, sehingga mengaburkan semangat menolong orang yang kurang beruntung, bukankah pendidikan yang dibangun oleh Abdullah Said berbasiskan pada pengabdian yang dilandasi niat yang tulus?
Begitupun sistem kepemimpinan yang awalnya terpusat pada pimpinan ke sistem kolektif kolegial serta maraknya perubahan-perubahan kebijakan yang secara sederhana sering dipahami mulai banyak mengalami pergeseran. Dengan dalih dinamika organisasi sehingga Hidayatullah sebagai rumah besar yang semua kader berhak memberikan masukan dipasung begitu saja. Akibatnya muncullah jarak psikologis yang begitu jauh dan membuat kemandegan roda organisasi.
Dengan demikian maka diperlukan perimbangan antara kepemilikan pribadi untuk menunjang keberlanjutan keluarga disatu sisi dengan kebutuhan organisasi sebagai wadah perjuangan, sehingga tradisi komunalisme yang begitu kuat dengan tidak adanya ketegasan antara ranah pragmatisme dan idealisme menjadikan kader Hidayatullah salah kaprah.
Dan, menurut penulis bahwa Islam menekankan kerja keras, kreatifitas agar umat Islam memiliki integritas dan superioritas yang tinggi dan apa yang dihasilkan oleh setiap kader untuk diinfakkan ke organisasi perjuangan sebagai pembuktian dari prinsip amanu wa amilu sholihat.
Menarik apa yang sering dipopulerkan oleh DR. Abdul Mannan, MM akhir-akhir ini, “Ikan busuk dari kepalanya”. Dengan kata lain jika para stakeholder ormas ini tidak mengenal Abdullah Said secara ideologis maka komitmen ideologis pun secara perlahan pasti akan terkikis. Apabila situasi seperti ini dibiarkan maka barisan muda yang merindukan kedamaian dalam Islam pun akan membusuk lebih cepat dari musnahnya batang lilin yang dibakar di malam hari.
Oleh: Musliadi, Ketua Umum Syabab Hidayatullah
0 komentar:
Posting Komentar