Photobucket

Soekarno, Ali Syari'ati, dan Abdullah Said

Hikmah apa yang bisa kita petik dari Sukarno (1901-1970), Ali Syari’ati (1933-1977), dan Abdullah Said (1945-1998)?.

Menaklukkan Animisme Masyarakat Kab. Paser

Berdakwah di pedalaman Kalimantan membutuhkan tenaga ekstra dan strategi yang jitu. Apalagi masyarakatnya masih animisme.

Pintu Masuk Kampus Hidayatullah kuaro

Kawasan wajib berbusana Islami...

Masjid As-Salam Kampus Hidayatullah kuaro

Tampak dari arah Selatan, samping kiri...

Masjid As-Salam Kampus Hidayatullah kuaro

Tampak dari arah Timur, Arah Depan...

Minggu, 24 Juli 2011

Bercandalah, Tapi Jangan Mengolok-olok Syariah

Setiap orang tentu butuh suasana rileks dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Dari sini diharapkan badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat.

Suasana seperti ini diantaranya bisa dinikmati melalui bercanda atau berkelakar bersama orang lain.  Berkelakar atau bercanda itu sedniri sudah menjadi  hal lumrah yang dilakukan manusia. Bahkan, kadang sudah menjadi semacam ‘bumbu’ dalam setiap pembicaraan. Namun, adakalanya kita menemui seseorang yang berlebihan dalam bercanda dan tertawa. Tentang hal ini Islam telah mengatur bagaimana sehasrunya bercanda yang baik itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Minggu, 15 Mei 2011

Mengenal Ust. Abdullah Said Secara Ideologis

Abdullah Said saat ini tidak menutup  kemungkinan dikenal sebatas sebagai pendiri Hidayatullah. Mengenai siapa sebenarnya beliau masih cukup jarang barisan muda syabab yang mengenalnya. Uraian berikut mencoba untuk memperkenalkan beliau dari sisi fundamennya.

Abdullah Said muda merupakan sosok yang dinamis dengan segala ‘kegilaan’ idealisme untuk membangun gerakan Islam yang utuh tanpa ada distorsi. Tahapan awal beliau berinisiatif mengunjungi para tokoh Islam dan berbagai pesantren di Jawa. Setelah sekian lama mengembara kian terasa dalam dirinya bawa ada yang kurang tepat dalam mewujudkan Islam yang kaffah.

Kamis, 14 April 2011

Menaklukkan Animisme Masyarakat Kab. Paser

Berdakwah di pedalaman Kalimantan membutuhkan tenaga ekstra dan strategi yang jitu. Apalagi masyarakatnya masih animisme. Mohammad Shofwan, 60 tahun, mempunyai kiat bagaimana berdakwah kepada masyarakat yang masih mempercayai roh-roh halus itu.

Tujuan Shofwan ke Paser, Kalimantan Timur awalnya untuk transmigrasi. Datang tahun 1978, ia ingin memperbaiki ekonomi keluarganya. Hanya saja, sebagai lulusan pesantren ia tak bisa tinggal diam menyaksikan kemungkaran terpampang di depan matanya. ”Agama mayoritas masyarakat memang Islam. Namun, mereka masih menganut faham animisme. Mereka meyakini adanya penguasa roh-roh halus,” tutur pria asal Jombang ini.

Hal itu bisa dilihat misalnya ketika ada kematian, maka diadakanlah upacara-upacara dengan membuat api unggun, bernyanyi-nyayi, yang disebut liyan. “Belum lagi kebiasaan buruk sebagian penduduk yang masih gemar berjudi, dan mengkonsumsi makanan haram, seperti babi,” tambahnya.

Minggu, 10 April 2011

Sukarno, Ali Syari’ati dan Abdullah Said

Oleh Hasan Albanna Husain Kallado


Hikmah apa yang bisa kita petik dari Sukarno (1901-1970), Ali Syari’ati (1933-1977), dan Abdullah Said (1945-1998)? Ketiga nama itu sepertinya tak pernah habis menjadi bahan pembicaraan. Padahal, ketiganya adalah sosok yang jelas-jelas berbeda, hidup dalam zaman yang hampir bersamaan namun tetap berbeda. Ali Syari’ati hidup saat Shah Pahlevi sedang berkuasa di Iran. Sukarno hidup dalam zaman Revolusi kemerdekaan Indonesia dari kolonialis Belanda. Sementara Abdullah Said, hadir di zaman awal pemerintahan Orda hingga tumbangnya Orba, saat umat Islam Indonesia mengalami posisi marginal dan stagnan.